05 November 2007

UMKM dan Teknologi Informasi

MEMAJUKAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH MELALUI PEMBERIAN AKSES INFORMASI DAN PENINGKATAN PENGETAHUAN TEKNOLOGI INFORMASI
Oleh
Budi H. Wibowo

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) atau lebih populer dengan pemberdayaan ekonomi rakyat pada dasarnya merupakan manifestasi dari tuntutan pembangunan ekonomi yang berlandaskan kepada nilai-nilai demokrasi yang universal, yaitu menjadikan manusia sebagai subyek pembangunan dengan otonomi individual sebagai titik tolaknya.
[1] Dalam wacana teori ekonomi, istilah ekonomi rakyat memang tidak dapat ditemui. Hal ini memang karena ekonomi rakyat sebagai sebuah pengertian bukan merupakan turunan dari mazhab (school of thought) tertentu melainkan suatu konstruksi pemahaman dari realita ekonomi yang umum terdapat di negara berkembang.[2]

Indonesia yang termasuk dalam kategori negara berkembang pada dasawarsa 1990-an pernah mengalami gunjangan hebat terhadap sistem ekonomi nasional yang selanjutnya menjadikan keterpurukan yang luar biasa. Seiring dengan itu, berbagai kajian yang dilakukan berhasil menemukenali satu faktor kunci yang menyebabkan keambrukan ekonomi Indonesia yaitu ketergantungan ekonomi Indonesia pada sekelompok kecil usaha dan konglomerat yang ternyata tidak memiliki struktur internal yang sehat.[3] Pengalaman selama masa krisis justru membuktikan bahwa sektor UKM memiliki daya tahan yang tinggi terhadap gejolak eksternal. Daya tahan UKM tercipta oleh kegiatannya yang tidak banyak tergantung pada faktor eksternal, baik dari sisi pembiayaan dan bahan baku, maupun pemasaran, dengan harga produk yang terjangkau oleh konsumen.[4] Oleh karena itu, pemerintah Indonesia selanjutnya lebih memperhatikan UKM melalui pemberdayaan UKM atau yang seringkali disebut dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disingkat dengan UMKM). Hal ini secara langsung dapat ditemukan dalam program kerja pemerintahan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.

Salah satu arah kebijakan dalam RPJMN 2004-2009 tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat yang terdiri atas 18 arah kebijakan dan salah satunya adalah pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.[5] Namun sayangnya, produktivitas yang rendah, terbatasnya akses UMKM terhadap sumber daya produktif, dan kurang kondusifnya iklim usaha[6] masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh UMKM. Berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM tersebut niscaya terus menggelayuti jika tidak ada solusi dan aksi yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.

Terkait dengan itu, tulisan ini secara khusus akan mencermati permasalahan terbatasnya akses UMKM terhadap sumber-sumber produktif. UMKM yang memang pada dasarnya merupakan usaha dengan modal kecil seringkali terkalahkan dan terkendala dalam memperoleh berbagai informasi terkait dengan peluang dan pengembangan usaha, pengembangan pasar, dan standar kualitas produk (product quality), sehingga memberi batasan signifikan atas kesempatan yang sama untuk berkompetisi dengan skala usaha yang lebih besar. Bila kendala akses tersebut kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh pemerintah maka perkembangan UMKM untuk dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional semakin jauh dari kata “tercapai”. Selain itu, peranan UMKM selama ini patut dijadikan pertimbangan –salah satu usaha yang terbukti dapat bertahan melewati masa krisis ekonomi adalah UMKM— pemerintah melalui berbagai instansi untuk menfokuskan diri pada upaya pendampingan UMKM, khususnya untuk mendapatkan akses informasi.

Dengan kemajuan teknologi informasi UMKM sudah sepatutnya mentransformasikan diri berbasis teknologi informasi sehingga kendala terhadap akses informasi maupun komunikasi dapat teratasi.
2. UMKM Berbasis Teknologi: Mensinergikan UMKM dengan Perkembangan Teknologi Informasi
Berdasarkan fakta yang ada saat ini masyarakat yang berada di negara A, secara pasti dapat mengetahui perihal informasi mengenai kondisi bahkan karakteristik masyarakat di negara B, C, D, dan lain-lain, begitupun sebaliknya. Meski negara tersebut terpisahkan secara geografis karena batas-batas teritorial yang tegas, namun perkembangan drastis terhadap kemajuan teknologi informasi menjadikan batasan wilayah (secara fisik) bukan lagi merupakan hambatan. Hal ini tentu disebabkan oleh kecanggihan teknologi yang setiap saat berkembang semakin pesat melampaui zamannya. Di samping itu, dengan adanya kemajuan teknologi tersebut, setiap orang dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan yang baru secara mudah bahkan gratis.

Pada dasarnya unsur-unsur modal, teknologi, manajemen dan skill sebagai faktor internal yang merupakan motor bagi pengembangan suatu perusahaan di samping faktor-faktor eksternal.[7] Oleh karena itu, kebutuhan terhadap akses teknologi informasi bagi kemajuan UMKM merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk memperoleh informasi yang mendukung kemajuan UMKM maka diperlukan adanya fasilitas penunjang. Salah satu fasilitas yang telah lama ada yaitu teknologi informasi berupa akses internet. Kehadiran internet di Indonesia telah cukup lama ada. Fasilitas internet ini didukung dengan adanya jaringan telepon sebagai pendukung utama (supporting system) internet sehingga dapat digunakan oleh masyarakat hingga ke pelosok daerah. Berdasarkan data tahun 2006[8] jumlah sambungan telepon yang ada sebanyak 14,82 juta atau 6,33 persen dari total jumlah penduduk Indonesia (234 juta jiwa). Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat 93,67 persen penduduk Indonesia yang belum menggunakan telepon sebagai alat komunikasi sekaligus informasi. Dengan melihat hal ini maka secara umum mengingat penggunaan internet didukung oleh jaringan telepon maka notabene pemanfaatan teknologi informasi untuk mendapatkan akses juga masih sangat minim.

Sementara itu, apabila kita merujuk pada fasilitas telepon seluler –yang lebih praktis— ternyata para pengguna telepon jenis ini juga belum semuanya memanfaatkan untuk akses internet. Menurut data tahun 2005 terdapat sekitar 46,91 juta sambungan telepon seluler.[9] Data ini sesungguhnya tidak menunjukkan besarnya tingkat penggunaan telepon untuk akses internet, yang ada mungkin hanya untuk kebutuhan komunikasi terutama bagi kalangan menengah ke atas. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi oleh UMKM juga masih sangat rendah.

Berdasarkan uraian di atas maka UMKM perlu memanfaatkan teknologi informasi secara maksimal guna meningkatkan daya saing usahanya mengingat di era globalisasi, kompetisi menjadi bersifat global dan UMKM dituntut mampu bersaing di tengah-tengah derasnya persaingan itu. Oleh karena itu, perlu upaya mensinergikan UMKM dengan perkembangan teknologi informasi agar UMKM dapat maju dan bersaing dalam mendapatkan peluang bisnis dan pengembangan pasar ekspor maupun pasar domestik.

Memang bukanlah hal yang mudah memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan teknologi informasi oleh UMKM. Salah satu kesulitan yang bakal dijumpai yaitu adanya keterbatasan sumberdaya manusia dan masih mahalnya piranti keras teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi memang membutuhkan sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan teknologi informasi di setiap UMKM. Oleh karena itu, selain fasilitas penunjang berupa piranti keras juga perlu ada ketersediaan sumberdaya manusia/user-nya.

Kita dapat memetik pelajaran dari keberhasilan UMKM dengan memanfaatkan teknologi informasi ditunjukkan oleh usaha-usaha skala kecil dan menengah yang ada di India. UMKM yang berbasis teknologi itu ternyata dapat bersaing di tingkat internasional termasuk dapat bersaing dengan UMKM dari Cina dan memberikan kontribusi terhadap ekonomi nasional India.[10]

3. Kontribusi UMKM terhadap Peningkatan Produk Domestik Bruto
Pada awal abad-21, tingkat pengangguran yang tinggi di Indonesia cenderung terus terjadi peningkatan. Menurut survei tenaga kerja nasional tahun 2005 tingkat pengangguran mencapai 10,26 persen dari 105,8 juta angkatan kerja di mana terjadi peningkatan dari tahun 2001 dengan tingkat pengangguran 8,10 persen dari 98,8 juta angkatan kerja, tahun 2002 sampai 2004 sebesar 9,06 persen, 9,57 persen, dan 9,86 persen dengan jumlah angkatan kerja masing-masing 100,8 juta, 102,6 juta, dan 103,9 juta angkatan kerja.
[11] Subekti juga menyebutkan bahwa jika dibandingkan sebelum masa krisis, kondisi sosial setelah terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi mulai tahun 1997 sangat terlihat. Pada masa sebelum krisis tingkat pengangguran di Indonesia hanya mencapai 4,9 persen namun pada masa krisis sampai saat ini pengangguran terjadi peningkatan yang besar.[12]

Besarnya tingkat pengangguran tersebut terutama pada tahun 2001-2005 sebagian besar tertolong dengan adanya UKM. Tahun 2001, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh UKM mencapai 99,4 persen dari total tenaga kerja. Demikian juga sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh ekonomi kita didukung oleh produksi dari UKM (59,3%). Hal ini menunjukkan bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan ouput.[13]

Di samping itu, kontribusi UMKM terhadap PDB cukup signifikan. Berdasarkan data BPS[14], pertumbuhan PDB UKM sejak tahun 2001 bergerak lebih cepat dari total PDB Nasional dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 3,8 persen tahun 2001, 4,1 persen tahun 2002, dan 4,6 persen tahun 2003. Selain itu, sumbangan pertumbuhan PDB UKM lebih tinggi dibandingkan sumbangan pertumbuhan dari usaha besar. Pada tahun 2000 dari 4,9 persen pertumbuhan PDB Nasional secara total 2,8 persennya berasal dari pertumbuhan UKM. Kemudian di tahun 2003, dari 4,1 persen pertumbuhan PDB Nasional secara total, 2,4 persen di antaranya berasal dari pertumbuhan UKM. Di samping itu, peranan ekspor UKM terhadap ekspor non migas tercatat 19,9 persen pada tahun 2003, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sumbangannya pada tahun 2000 yaitu 19,4 persen.

Diagram 1. Laju Pertumbuhan PDB UKM tahun 2000-2003
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004.







Tabel. Rata-rata Struktur PDB Usaha Kecil, Menengah dan Besar
Tahun 2000-2003 (Persen)






Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004.

B. PEMBAHASAN

1. Jaminan Bagi Pengembangan UMKM Berbasis Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan sarana bisnis nyata. Pada tataran paling sederhana, teknologi informasi dapat memberitahu pelaku retail kapan dan apakah ekspansi perlu. Yang penting, teknologi baru tidak hanya dapat mentransformasikan proses bisnis, tetapi juga cara produk dan jasa dibuat dan dipasarkan, struktur dan tujuan perusahaan, dinamika kompetisi, dan kealamian perusahaan.
[15]

Bagaimana UMKM menggunakan dan memanfaatkan informasi. Untuk menjawab hal itu, terlebih dulu kita harus mengetahui ketika kita memberikan informasi kepada orang lain, apa yang kita berikan adalah data. Data merupakan fakta yang belum diproses dan masih bersifat figuratif bisa dipakai ataupun tidak. Hanya saja apakah data yang diproses dan berguna dapat dijadikan informasi. Data tersebut akan digunakan jika UMKM menggunakannya dalam mengambil keputusan untuk kemudian bertindak. Jika UMKM tidak dapat memproses data sehingga tidak dapat mengambil keputusan maka tidak dapat bertindak maka data tersebut tidak bermanfaat.[16]
Diagram 2. Rantai Informasi





Yang diperlukan agar rantai informasi ini dapat berjalan dibutuhkan empat hal, yaitu.
1. Data resources: data yang relevan dan ada;
2. Economy resources: modal, skill, dan teknologi untuk mengakses data;
3. Social resources: motivasi, kepercayaan dan pengetahuan untuk mengakses, aplikasi data, dan kepercayaan terhadap sumber;
4. Action resources: mereka harus siap untuk aksi dalam memutuskan menggunakan informasi. Dan membutuhkan input seperti modal, skill, teknologi, perangkat lainnya, ditambah sumberdaya lain semisal penguatan perusahaan.
Pada umumnya UMKM di beberapa negara berkembang mengalami kendala dalam memanfaatkan data dan informasi disebabkan beberapa hal yaitu.
[17]
- Tidak adanya data (konsumen, harga, supplier, peraturan perundang-undangan, pelayanan bisnis, dan lain-lain).
- Data ada tetapi tidak dapat diakses (misalnya mereka tidak mengetahui siapa yang paling mengerti skema dukungan pemerintah, atau mereka tidak bisa memperoleh detail tersebut).
- Data dapat diakses tetapi UMKM tidak dapat memakai dan mengaplikasikannya (misalnya mereka tidak mengerti isi kebijakan pemerintah yang diperolehnya).
- Informasi dibuat akan tetapi UMKM tidak dapat memanfaatkan informasi tersebut (misalnya mereka telah mengidentifikasi konsumen yang baru tetapi tidak dapat membeli material untuk suplai kepada konsumen).

Dari uraian di atas, memperlihatkan betapa pentingnya informasi bagi pengembangan UMKM di Indonesia. Pengalaman di negara-negara berkembang lainnya patut dijadikan contoh agar peningkatan UMKM dapat membuahkan kemajuan terutama setelah adanya penambahan pengetahuan tentang teknologi informasi. Dan belajar dari apa yang telah ada, maka penting untuk diketahui upaya yang dilakukan guna mengatasi kendala-kendala yang ada dalam penggunaan teknologi informasi oleh UMKM. Hal ini merupakan suatu jaminan kepastian pelaksanaan terwujudnya UMKM berbasis teknologi.

Di samping itu, dalam konteks peraturan perundang-undangan, pemanfaatan dan penggunaan teknologi bagi UMKM secara jelas disebutkan dalam Pasal 14 UU Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil[18] bahwa “Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil dalam bidang: a. produksi dan pengolahan; b. pemasaran; c. sumberdaya manusia; dan d. teknologi”. Hal ini merefleksikan pada upaya yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan kalangan dunia usaha khususnya perusahaan berskala besar dan masyarakat (bank, badan penjaminan, dan lain-lain) untuk mendampingi sekaligus memberikan pembiayaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 UU a quo. Terkait dengan itu, untuk mewujudkan UMKM yang berbasis teknologi maka peran aktif pihak-pihak seperti tertuang pada Pasal 14 UU No. 9 Tahun 1995 tersebut sangat diharapkan. Khususnya untuk pengembangan teknologi informasi dan sumberdaya manusia bagi UMKM agar dapat bersaing dan mampu memperoleh informasi guna pengembangan usaha dan ekspansi pasar ekspor. Pasal 18 UU a quo juga menyebutkan terkait dengan teknologi sebagai berikut.
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d dengan: a. meningkatkan kemampuan di bidang teknologi produksi dan pengendalian mutu; b. meningkatkan kemampuan di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru; c. memberi insentif kepada Usaha Kecil yang menerapkan teknologi baru dan melestarikan lingkungan hidup; d. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi; e. meningkatkan kemampuan memenuhi standardisasi teknologi; f. menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan di bidang desain dan teknologi bagi Usaha Kecil.

Pasal-pasal di atas dapat dikatakan sebagai sebuah “jaminan” dan dasar bagi UMKM untuk mentransformasi diri menjadi UMKM yang berbasiskan teknologi informasi. Karena di samping pemberian kredit usaha maupun pembinaan kepada UMKM, pemberian perhatian lebih kepada UMKM khususnya untuk peningkatan pengetahuan teknologi informasi merupakan hal yang urgen.

Selama ini, realisasi penyaluran kredit kepada sektor UMKM pada tahun 2002 mencapai Rp 35,9 triliun, lebih besar dari rencana semula sebesar Rp 30,89 triliun. Untuk tahun 2003, perbankan nasional, termasuk BPR, merencanakan untuk meningkatkan penyaluran kredit baru bagi sektor UMKM menjadi sekitar Rp 42,4 triliun. Sampai dengan triwulan II tahun 2003, realisasi kredit baru UMKM mencapai sekitar Rp 19 triliun, atau hampir 45 persen dari total business plan perbankan tahun 2003 sebesar Rp 42,4 triliun tersebut.[19] Bahkan, pada tahun 2004, perbankan nasional telah berhasil membukukan angka penyaluran kredit kepada UMKM sebesar Rp 72,1 triliun atau hampir dua kali lipat dari business plan sebesar Rp 38,5 triliun. Dan sampai dengan triwulan I 2005, realisasi penyaluran kredit kepada UMKM sebesar Rp 14,5 triliun atau 24 persen dari total business plan.[20]

2. Mewujudkan UMKM Berbasis Teknologi Informasi
Skala prioritas. Merupakan kalimat yang tepat untuk menggambarkan bahwa betapa penting mewujudkan UMKM berbasis teknologi informasi oleh pemerintah dengan didukung oleh pihak-pihak terkait (Bank Indonesia, bank-bank umum, ataupun BPR). Meskipun saat ini jarak (secara geografis) tidak lagi menjadi satu-satunya hambatan, namun dengan keterbatasan infrastruktur masing-masing daerah (provinsi) menjadi pekerjaan rumah tersendiri.

Guna mewujudkan UMKM berbasis teknologi, sebenarnya pemerintah telah memiliki suatu master plan pengembangan UMKM di Indonesia. Akan tetapi fokus pengembangan dan teknologi informasi kepada UMKM dalam master plan tersebut masih belum cukup untuk dikatakan dapat mewujudkan apalagi memajukan UMKM terutama dalam bidang teknologi informasi. Bahkan saat ini, Bank Indonesia telah menyediakan informasi yang terintegrasi melalui laman (website) Sistem Pengembangan Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) yang online dan terintegrasi dengan laman Bank Indonesia.[21]

Upaya pemerintah terutama Bank Indonesia tersebut patut ditindaklanjuti dengan melakukan pelatihan dan pendampingan sekaligus pemberian modal bagi kemajuan UMKM dengan mengembangkan teknologi informasi. Berdasarkan data yang ada memang pernah dilakukan pelatihan sejak tahun 2003 antara Bank Indonesia dengan Komite Penanggulangan Kemiskinan dan telah melatih di 436 kantor bank umum. Selain itu, Bank Indonesia juga pernah melakukan pelatihan kepada 1.036 Business Development Service Provider.[22]

Dengan adanya SIPUK yang disediakan oleh Bank Indonesia merupakan “modal” mewujudkan UMKM berbasis teknologi informasi di seluruh Indonesia. SIPUK dapat dijadikan data center UMKM untuk mengetahui informasi harga, pasar, komiditi, peluang usaha, dan lain-lain. Namun SIPUK tersebut harus didukung dengan terlebih dulu meningkatkan pengetahuan para penggunanya (users) --dalam hal ini adalah UMKM-- dengan peruntukan yang berbeda untuk tahap awalnya (UMik dan UK prioritas peningkatan pengetahuan dan UMe prioritas peningkatan skill dan sistem manajemennya) sebagaimana diagram 3 di bawah. Selanjutnya, jika hal itu telah dilaksanakan maka pemanfaatan teknologi informasi bagi UMKM dapat direalisasikan melalui: a. pengadaan peralatan; b. pengadaan program; dan c. pengadaan jaringan.

Diagram 3. Peningkatan Pengetahuan Teknologi Informasi













Untuk mewujudkan sistem teknologi informasi yang terintegrasi bagi UMKM maka diperlukan pengetahuan mengenai stakeholders apa saja yang memiliki kepentingan terhadap UMKM. Hal ini penting dikarenakan nantinya ketika UMKM berbasis teknologi informasi terwujud maka sesungguhnya tidak berdiri sendiri begitu saja, akan tetapi turut dipengaruhi dan/atau mempengaruhi stakeholders yang ada sehingga UMKM dapat berkesinambungan/berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki.
Diagram 4. Teknologi Informasi Terintegrasi
Sumber: http://www.ecomm4dev.org/esahndbk.html

Seiring dengan itu, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan dengan melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang telah disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni 2007 lalu. Inpres ini merupakan kelanjutan dari Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Inpres No. 6 Tahun 2007 secara operasional harus dijalankan oleh setiap instansi yang ditunjuk sebagai pelaksana beberapa kebijakan percepatan. Salah satu kebijakan percepatan iklim investasi yang tertuang dalam Inpres tersebut yaitu pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah yang terdiri atas empat kebijakan yaitu.
1. Peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan melalui tiga kebijakan yang terdiri atas:
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber pembiayaan
- Pengembangan skema kredit investasi bagi UMKM
- Peningkatan efektivitas fungsi dan peran konsultan keuangan mitra bank (KKMB)
Memperkuat sistem penjaminan kredit bagi UMKM
- Peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminan kredit bagi UMKM
- Peningkatan peran lembaga penjamin kredit bagi UMKM
- Pengembangan sistem resi gudang sebagai instrumen pembiayaan bagi UMKM
Mengoptimalkan pemanfaatan dana non perbankan untuk pemberdayaan UMKM
- Peningkatan efektivitas pemanfaatan dana bergulir APBN untuk pemberdayaan UMKM
- Restrukturisasi pengelolaan dana program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) pada BUMN
2. Pengembangan kewirausahaan dan sumber daya manusia melalui dua kebijakan yang terdiri atas:
Meningkatkan mobilitas dan kualitas SDM
- Peningkatan akses UMKM pada mobilitas dan kualitas SDM
- Peningkatan peran perguruan tinggi dalam pengembangan business development services provider (BDSP) dan pemberdayaan UMKM
- Pengembangan koperasi sivitas akademika (Kosika) UMKM
- Peningkatan program sarjana pencipta kerja mandiri (prospek mandiri)
Mendorong tumbuhnya kewirausahaan yang berbasis teknologi
- Pembentukan pusat inovasi UMKM untuk pengembangan kewirausahaan dengan mengoptimalkan peran lembaga yang sudah ada
3. Peningkatan peluang pasar produk UMKM melalui empat kebijakan yang terdiri atas:
Mendorong berkembangnya institusi promosi dan kreasi produk UMKM
- Pengembangan institusi promosi produk UMKM
- Peningkatan efektivitas pengembangan cluster, sentra industri kecil menengah (IKM) melalui pendekatan one village one product (OVOP)
- Pengembangan akses pasar produk UMKM melalui hotel
Mendorong berkembangnya pasar tradisional dan tata hubugan dagang antarpelaku pasar yang berbasis kemitraan
- Pemberdayaan pasar tradisional dan peningkatan peran peritel modern dalam membuka akses pasar bagi produk UMKM
Mengembangkan sistem informasi angkutan kapal untuk UMKM
- Fasilitas tentang angkutan kapal untuk UMKM
Mengembangkan sinergitas pasar
- Pengembangan pasar terintegrasi antara pasar penunjang, pasar induk, dan pasar tradisional
4. Reformasi regulasi melalui dua kebijakan yang terdiri atas:
Menyediakan insentif perpajakan untuk UMKM
- Reformasi pajak untuk UMKM
Menyusun kebijakan di bidang UMKM
- Menata kembali kebijakan di bidang UMKM, termasuk meredefinisi usaha mikro, kecil, dan menengah

Dari empat kebijakan untuk pemberdayaan UMKM tersebut tidak ada yang secara khusus menfokuskan pada program pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi bagi UMKM. Hal ini seharusnya menjadi perhatian agar UMKM yang kompetitif dengan pasar baik pasar domestik, pasar regional ataupun pasar internasional. Proyeksi penciptaan UMKM berbasis teknologi informasi ini membutuhkan dasar berupa peraturan (regeling) sekaligus kebijakan (besceking) sehingga tidak saja memberi kontribusi kepada perekonomian nasional tetapi juga kepada ketahanan nasional.

3. PENUTUP

Prospek pengembangan UMKM berbasis teknologi informasi sebagai salah satu bidang yang memberikan kontribusi signifikan terhadap stabilitas ekonomi nasional merupakan suatu keniscayaan. Terwujudnya UMKM berbasis teknologi informasi tersebut membutuhkan beberapa prasyarat. Beberapa prasyarat yang diperlukan adalah a. ketersediaan data dan informasi (database) yang dibutuhkan oleh UMKM; b. revisi peraturan perundangan-undangan untuk lebih menegaskan pada pembentukan UMKM berbasis teknologi; c. ketersediaan piranti pendukung teknologi informasi bagi UMKM; d. kesinambungan dan keberlanjutan UMKM berbasis teknologi informasi; dan, e. peningkatan pengetahuan users UMKM terhadap teknologi informasi.

Apabila empat prasyarat ini dapat terpenuhi maka selanjutnya pelaksanaan mewujudkan UMKM berbasis teknologi informasi dapat dilakukan dengan terlebih dulu membuat blue print bagi penciptaan UMKM berbasis teknologi yang terintegrasi secara nasional. Sehingga UMKM yang berada di pelosok-pelosok daerah dapat serta merta ikut mengakses dan memanfaatkan teknologi informasi yang ada.

***


DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdullah, Burhanuddin, 2006. Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Jakarta: LP3ES.
Richard Heeks & Richard Duncombe, 2001. A Handbook for Enterprise Support Agencies in Developing Countries, Version 1, IDPM, UK: University of Manchester.
Tapscott, Don, 2003. Era Ekonomi Digital di Abad Networked Intelligence: Era Baru Berdasarkan Keterbukaan, Keadilan, dan Demokrasi, Abdi Tandur.

Makalah/Karya Tulis Lainnya
Faisal H. Basri, 2003. “Dinamika UKM di Antara Gemuruh Retorika Politik dan Mitos”, Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum VIII oleh BPHN-Depkehkam, 14-18 Juli 2003.
Nanang Subekti, 2006. “Analisis Tingkat Pengangguran dan Kontribusi Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia”, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi UI.
Sri Adiningsih, 2003. “Regulasi dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia”, Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum VIII oleh BPHN-Depkehkam, 14-18 Juli 2003.
Sri Redjeki Hartono, 2003. “Pengembangan Koorporasi sebagai Pelaku Ekonomi di Indonesia”, Makalah pada Seminar Pembangunan Hukum VIII oleh BPHN-Depkehkam, 14-18 Juli 2003.

Internet
Bambang Ismawan, Ekonomi Rakyat: Sebuah Pengantar, lihat http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1/artikel_6.htm
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html
http://dsir.nic.in/reports/mitcon/chap2.pdf
http://www.bps.go.id/releases/New/24-Mar-2004.htm
Lihat di http://www.ecomm4dev.org/esahndbk.html
http://www.bi.go.id/sipuk/id/

Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Indonesia, Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611.
Footnote:
[1] Faisal H. Basri, “Dinamika UKM di Antara Gemuruh Retorika Politik dan Mitos”, Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum VIII oleh BPHN-Depkehkam, 14-18 Juli 2003.
[2] Bambang Ismawan, Ekonomi Rakyat: Sebuah Pengantar, lihat http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1/artikel_6.htm
[3] Ibid.
[4] Burhanuddin Abdullah, Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Jakarta: LP3ES, 2006, hal. 173.
[5] Lihat lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, hal. Bagian IV.20-1.
[6] Ibid., hal. Bagian IV.20-1 dan 2.
[7] Sri Redjeki Hartono, “Pengembangan Koorporasi sebagai Pelaku Ekonomi di Indonesia”, Makalah pada Seminar Pembangunan Hukum VIII oleh BPHN-Depkehkam, 14-18 Juli 2003.
[8] Lihat https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html
[9] Ibid.
[10] http://dsir.nic.in/reports/mitcon/chap2.pdf
[11] Nanang Subekti, “Analisis Tingkat Pengangguran dan Kontribusi Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia”, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi UI, 2006, hal. 11.
[12] Ibid.
[13] Sri Adiningsih, “Regulasi dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia”, Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum VIII oleh BPHN-Depkehkam, 14-18 Juli 2003. Data ini adalah hasil survei kerja sama BPS dengan Menteri Negara Koperasi dan UKM, dengan kriteria: (a) usaha dengan hasil penjualan sampai dengan Rp. 1 milyar digolongkan dalam usaha kecil, dan (b) usaha dengan hasil penjualan antara Rp. 1-50 milyar digolongkan dalam usaha menengah.
[14] http://www.bps.go.id/releases/New/24-Mar-2004.htm
[15] Don Tapscott, Era Ekonomi Digital di Abad Networked Intellegence: Era Baru Berdasarkan Keterbukaan, Keadilan, dan Demokrasi, alihbahasa Suharsono dari judul asli The Digital Economy, Promise and Peril in the Age of Networked Intellegence, Abdi Tandur, 2003, hal. 30-33.
[16] Richard Heeks & Richard Duncombe, A Handbook for Enterprise Support Agencies in Developing Countries, Version 1, IDPM, University of Manchester, UK, 2001. Lihat di http://www.ecomm4dev.org/esahndbk.html
[17] Ibid.
[18] Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Lembara Negara Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611.
[19] Loc., It., Burhanuddin Abdullah, hal. 175. Menurut Burhanuddin dari realisasi yang ada tersebut cukup menggembirakan, namun mengingat daya serap UMKM terhadap penyaluran kredit perbankan masih banyak terkendala oleh persyaratan teknis, maka dibutuhkan sebuah mekanisme tertentu untuk meningkatkan kapabilitas UMKM sehingga pembiayaan terhadap sektor usaha ini dapat semakin dioptimalkan. Selanjutnya, Burhanuddin juga mengatakan bahwa dalam rangka lebih mengintensifkan pengembangan dan peningkatan penyaluran kredit kepada UMKM, langkah lain yang juga telah ditempuh adalah peningkatan kerjasama BPR dengan bank umum/lembaga lain (linkage program). Sampai dengan Maret 2003, linkage program telah melibatkan kerjasama antara 869 BPR dan 21 lembaga keuangan, dengan plafon Rp 413 miliar dan baki debet Rp 295 miliar.
[20] Ibid., hal. 177.
[21] Lihat http://www.bi.go.id/sipuk/id/
[22] Loc., It., Burhanuddin Abdullah, hal. 176-177.

MERETAS PEMIKIRAN © 2008 Template by:
SkinCorner modified by Teawell
Untuk mendapatkan tampilan terbaik situs ini
gunakan resolusi 1024x768 dan browser IE atau Firefox