21 November 2006

BUSH






DI BALIK KUNJUNGAN BUSH

Oleh Budi H. Wibowo*

Dalam waktu dekat Presiden AS George W. Bush berencana mengunjungi Indonesia. Selama di Indonesia Presiden AS ini akan mengagendakan bertemu dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono membahas tindaklanjut kerjasama Indonesia-AS.

Tidak sedikit kalangan masyarakat yang pro maupun kontra telah mempersiapkan diri menyambut kedatangan Bush yang menurut jadwal akan bertandang pada bulan November ini. Sementara itu, pihak AS tentu saja juga telah menyiapkan segala sesuatu terkait kedatangan orang nomor satu di AS tersebut. Sebagaimana kedatangannya (baca: Bush) pada saat Megawati masih menjabat sebagai presiden, pengamanan ekstra ketat menjadi prasyarat utama menetralisir daerah-daerah yang menjadi tujuan kunjungan Presiden Bush.

Terlepas dari standar pengamanan itu, sebenarnya pesan apa yang dapat diambil di balik kunjungan Bush tersebut. Mengapa kunjungan Bush ke Indonesia dilakukan setelah adanya kemesraan kerjasama Indonesia-China.

Atas Nama Kepentingan

Hubungan kerjasama antara Indonesia-AS telah cukup banyak menorehkan catatan tersendiri. Selama ini, berbagai bentuk kerjasama telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Kerjasama tersebut antara lain di bidang keuangan, perbankan dan asuransi, industri, perdagangan, manufaktur, jasa, teknologi, serta pariwisata. Hubungan kerjasama yang erat ini dapat ditunjukkan dari keberadaan perusahaan-perusahaan AS di Indonesia (Multinational Corporation/MNC).

Berdasarkan laporan yang dilansir oleh Financial Times (Special Report FT Global 500), Mei 2004 memperlihatkan bahwa MNC AS menduduki peringkat pertama (227 MNC atau 45 persen dari 500 MNC yang ada di dunia). Peringkat kedua ditempati oleh MNC dari Eropa Barat sebesar 141 MNC atau 28 persen sedangkan MNC dari Asia menempati urutan ketiga dengan jumlah perusahaan sebanyak 92 MNC atau 18 persen. Data ini memperlihatkan dominasi MNC yang berasal dari AS di berbagai negara, termasuk di Indonesia dan negara berkembang lainnya.

Di samping itu, dalam konteks ke-kini-an yang ada, pengaruh AS dalam rezim ekonomi dunia tidak perlu lagi diragukan. Peran aktif dan cenderung hegemonik terpampang jelas dengan keterlibatannya di dalam organisasi-organisasi ekonomi dunia seperti WTO, IMF, Bank Dunia, dan APEC.

Organisasi-organisasi ekonomi dunia itu pada hakikatnya merupakan bentuk rezim liberalisme ekonomi terutama di sektor perdagangan. Kendati rezim perdagangan bebas merupakan produk dari pemikiran ekonomi tetapi dampak yang ditimbulkan rezim tersebut terhadap sebuah negara juga berkaitan dengan masalah-masalah non-ekonomi. Bahkan beroperasinya rezim perdagangan bebas dapat dikatakan berimplikasi pada sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara secara mendasar, seperti menyangkut masalah ideologi, konstitusi, kedaulatan nasional, dan strategi pembangunan.

Keterkaitan Indonesia secara langsung dalam rezim ekonomi dunia ini menyebabkan keterikatan Indonesia di dalamnya sehingga perekonomian nasional Indonesia mau tidak mau tunduk atas aturan-aturan yang berlaku. Sedikitnya ada tiga perkembangan ekonomi politik internasional yang terkait secara langsung dengan Indonesia. Pertama, kehadiran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak 1 Januari 1995 sebagai kelanjutan dari GATT (General Agreement on Tariff and Trade) yang telah berlangsung sejak 1948. Kedua, terbentuknya forum kerjasama ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang cenderung mengarah sebagai integrasi (regionalisme) ekonomi terbesar di dunia. Ketiga, beroperasinya wilayah perdagangan bebas ASEAN (AFTA) mulai tahun 2003 yang tahapannya telah dimulai dengan pembentukan skema CEPT (Common effective Preferential Tariff). Demikian pula dengan TRIPS yang kini MNC di Indonesia bisa mendapatkan proteksi penuh melalui pengesahan 7 UU HAKI.

Selain itu, di bidang pertahanan, AS memiliki kekuatan dan kemampuan militer yang besar. Sejak lama kepentingan yang mengatasnamakan keamanan dunia diusung oleh AS. Menurut data tahun 2005 (www.answer.com) tentara aktif yang bertugas di kemiliteran AS sebanyak 1.421.950 dari total prajurit sejumlah 2.361.289 orang. Di samping itu, kekuatan personil ini didukung juga dengan kemampuan pendanaan yang besar. Anggaran untuk mendukung kekuatan militer AS dialokasikan sebesar 441.6 miliar dolar per tahun atau 3,7 persen dari GDP AS. Dengan anggaran sebesar itu AS terus mengembangkan industri pertahanannya yang kemudian menuntut ketersediaan pasar agar teknologi, peralatan, dan suku cadangnya bisa terus diproduksi dan tidak mandeg. Seiring dengan itu, kepentingan yang juga urgen atas negara-negara di kawasan Asia seperti Indonesia, Singapura, Filipina, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, Taiwan dan India yaitu terkait dengan ancaman terorisme.

Motif Tertentu

Kunjungan Bush ke Indonesia mengisyaratkan kembali bahwa Indonesia merupakan negara yang berpengaruh besar di kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itu, bagi AS hubungannya dengan Indonesia mesti terus dipelihara. Sebagai bagian dari kebijakan luar negeri maka sudah sepatutnya kerjasama tersebut saling menguntungkan bukannya merugikan sehingga dapat dipastikan dari kerjasama itu terdapat motif-motif tertentu kedua negara.

Motivasi dari hubungan kerjasama pada umumnya karena alasan ekonomi dan politik. Motif ekonomi dan politik tersebut biasanya terbingkai dalam rencana strategis. Motif ekonomi yang dimaksud yaitu ikut ambil bagian dalam perdagangan internasional untuk menjual produk-produknya ke negara lain (economic interest), sedangkan motif politik (political interest) yakni membangun jejaring internasional guna menjaga citra negara di mata internasional.

Selama ini, nilai ekspor AS ke Indonesia tahun 2005 tercatat sebesar 3,04 miliar dolar AS atau meningkat 14,10 persen dari angka tahun sebelumnya sedangkan ekspor Indonesia ke AS sebesar 12,02 miliar dolar atau meningkat 11,15 miliar dolar AS. Dari data ini nampak bahwa Indonesia lebih diuntungkan atas kerjasama perdagangan tersebut. Namun, ini merupakan perhitungan matematis belaka meskipun Indonesia memperoleh untung dari ekspornya akan tetapi kehadiran MNC AS di Indonesia juga merupakan keuntungan tersendiri bagi AS. Dengan adanya ratifikasi beberapa undang-undang telah memberi keuntungan bagi MNC-MNC AS di Indonesia.

Jika dikaitkan dengan politik luar negeri yang dijalankan Indonesia, maka pencapaian kedua tujuan ekonomi dan politik tersebut sangat bergantung pada tiga hal yaitu pertama, peran Indonesia untuk menciptakan lingkungan regional yang kondusif bagi pencapaian kepentingan nasional, kedua, hubungan Indonesia dengan aktor-aktor lain dalam skala global terutama pada aktor-aktor yang dapat memberi konstribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan ketiga, citra Indonesia di dunia internasional.

Indonesia yang pernah diembargo oleh AS kini dapat kembali melakukan latihan dan kerjasama militer dengan AS. Jepang juga diminta untuk memblokir semua akses yang berhubungan dengan jaringan teroris khususnya di Asia-Pasifik. Begitu juga dengan negara-negara di Asia lainnya. Kunjungan Bush ke Indonesia kali ini pastilah menyimpan agenda-agenda geo-politik karena Asia terutama Indonesia merupakan salah satu tempat favorit bersarangnya kelompok teroris. Kecenderungan adanya maksud besar di balik “niat baik” AS inilah yang mendorongnya melakukan kerjasama lebih erat lagi dengan Indonesia.[]

MERETAS PEMIKIRAN © 2008 Template by:
SkinCorner modified by Teawell
Untuk mendapatkan tampilan terbaik situs ini
gunakan resolusi 1024x768 dan browser IE atau Firefox