Oleh Budi H. Wibowo, dkk.
Latar Belakang
Masalah transportasi di Jakarta adalah masalah yang sangat pelik. Sebagai pengguna kendaraan umum di Jakarta, tentunya setiap kali mengalami ketidaknyamanan dan kepenatan yang harus kita hadapi dalam aktivitas sehari-hari. Keadaan lalu lintas yang makin hari makin semrawut merupakan pemandangan umum lalu lintas Ibukota. Ketidaktertiban pengguna jalan serta kepadatan yang dikarenakan tidak seimbangnya antara volume kendaraan dengan jumlah ruas jalan dan kesemrawutan mengakibatkan satu keadaan puncak yaitu kemacetan.
Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak mempunyai transportasi publik yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk, misalnya Jakarta dan Bangkok.
Kemacetan lalu lintas menjadi permasalahan sehari-hari di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Beberapa hal yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab kemacetan yaitu arus yang melewati jalan telah melampaui kapasitas jalan, terjadi kecelakaan lalu-lintas sehingga terjadi gangguan kelancaran karena masyarakat yang menonton kejadian kecelakaan atau karena kendaran yang terlibat kecelakaan belum disingkirkan dari jalur lalu lintas, terjadi banjir sehingga memperlambat kendaraan, ada perbaikan jalan, bagian jalan tertentu yang longsor, kemacetan lalu lintas yang disebabkan huru hara atau demonstrasi.
Dampak atau akibat yang ditimbulkan dari kemacetan antara lain kerugian waktu, karena kecepatan perjalanan yang rendah, pemborosan energi karena pada kecepatan rendah konsumsi bahan bakar lebih rendah, keausan kendaraan lebih tinggi, karena waktu yang lebih lama untuk jarak yang pendek, radiator tidak berfungsi dengan baik dan penggunaan rem yang lebih tinggi, meningkatkan polusi udara karena pada kecepatan rendah konsumsi energi lebih tinggi, dan mesin tidak beroperasi pada kondisi yang optimal, meningkatkan stress pengguna jalan, mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya.
Jakarta yang mengalami masalah kemacetan lalu lintas luar biasa sudah menjadi pengetahuan umum. Secara gampang orang bisa memperkirakan bahwa kemacetan yang terjadi di Jakarta disebabkan tidak memadainya ruas jalan yang ada dengan jumlah kendaraan pribadi maupun angkutan kota yang berlalu lalang di jalanan. Hal ini masih diperparah lagi oleh mentalitas pengemudi mobil pribadi maupun angkutan umum yang sangat egois dan cenderung tidak beradab. Sebab, mereka mengendarai mobil dengan mengabaikan peraturan lalu lintas, main serobot dan seenaknya parkir di tempat-tempat terlarang yang dapat menimbulkan kemacetan.
Sampai saat ini, masyarakat tampaknya masih belum jelas dengan tujuan yang hendak dicapai dengan pengoperasian busway dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengannya. Sekilas masyarakat hanya melihat bahwa tujuan dari kebijakan busway adalah untuk mengurangi kepadatan lalu lintas di kawasan bisnis Thamrin-Sudirman, yang kemudian diperluas menjadi Blok M-Kota. Jika benar bahwa tujuan pengoperasian busway untuk memperlancar ruas jalan Blok M-Kota, dapat dikatakan kebijakan semacam ini adalah suatu kebijakan parsial, yang sifatnya hanya memindahkan kemacetan dari wilayah Blok M-Kota ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Lebih parah lagi, kebijakan yang bersifat parsial itu justru dapat diduga bakal makin memperparah dan memperluas wilayah kemacetan ke hampir seluruh jalan- jalan arteri di sekitar Blok M-Kota.
Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk menerapkan kebijakan transportasi yang berkaitan dengan busway selain substansi permasalahannya dianggap terlalu prematur, secara prosedural hal ini juga mengecewakan masyarakat. Karena, mereka sama sekali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam masalah yang berkaitan dengan busway ini, peran serta masyarakat (public participation) terlihat sangat minim karena tampaknya Pemprov DKI sudah bertekad, apa pun kata orang, proyek busway harus jalan terus.
Jadi, ada kesan kuat bahwa dalam proyek busway ini, Pemprov DKI menggunakan pendekatan "pokoknya". Karena itu, agak sulit bagi pemerintah untuk menerima keluhan masyarakat luas yang bakal mengalami dampak langsung dari pelaksanaan proyek "pokoknya" busway itu.
Padahal, masalah manajemen transportasi perkotaan adalah suatu masalah yang sangat kompleks dan membutuhkan suatu perencanaan yang matang, komprehensif, dan terintegrasi dengan kebijakan perkotaan lainnya. Prof Anthony Chin dari National University of Singapore dalam makalahnya yang berjudul "Land Use Planning and Transport Integration: The Experience of Singapore" (World Bank Urban Transport Strategy Review, 2000) menyatakan, kriteria yang harus dipenuhi dalam perumusan suatu kebijakan transportasi perkotaan yang baik adalah efisien, efektif, mudah dipahami, besarnya biaya penegakan aturan minimum, adil, dan biaya yang ditanggung pihak ketiga minimum.
Jika kita kaji kebijakan busway dengan kriteria akademik tersebut di atas, apakah kebijakan mengenai busway memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu kebijakan yang direncanakan dengan matang, komprehensif, dan terintegrasi. Dari sudut efisiensi dan efektivitas, rasanya dapat diterima bahwa busway akan efektif dalam memperlancar arus lalu lintas dalam koridor Blok M-Kota, tetapi apakah hal tersebut dapat disebut efisien jika memperparah dan memperluas kemacetan di wilayah Jakarta lainnya. Dari segi biaya yang harus dikeluarkan untuk menegakkan aturan yang berkaitan dengan busway, jelas terlihat bahwa biayanya sangat besar. Hal ini disebabkan Pemprov DKI konon akan menempatkan ratusan petugas hansip dan linmas di setiap halte busway. Dari segi keadilan, kebijakan busway ini terasa tidak adil karena masyarakat pemilik mobil pribadi akan dipaksa untuk naik busway, sementara busway hanya beroperasi di wilayah-wilayah tertentu saja di Jakarta.
Saat ini kebijakan soal busway tampaknya sudah sampai pada titik "point of no return". Jalur khusus sudah dibuat dan busway juga sudah diproduksi dan telah dioperasikan bahkan diperluas lagi. Oleh karena itu, bila masyarakat meminta agar proyek busway dibatalkan, merupakan suatu permintaan yang tidak realistis. Meski demikian merupakan tindakan yang bijaksana jika Pemprov DKI dapat mempertimbangkan menunda pemberlakuan three in one yang diperluas, maupun peliburan mobil pribadi sekali dalam seminggu, sambil membuat suatu perencanaan manajemen transportasi perkotaan yang lebih adil dan akomodatif terhadap kepentingan orang banyak.
Suatu manajemen transportasi haruslah direncanakan secara komprehensif dan integratif dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, pendekatan command and control lewat peraturan-peraturan hukum bisa tidak efektif jika aparat penegakan hukum yang ada terlalu lemah atau mudah dibeli. Oleh karena itu, pendekatan lain, seperti economic incentives/disincentives, perlu dipertimbangkan guna mendorong masyarakat untuk mendukung kebijakan publik yang diterapkan pemerintah. Sebagai contoh, rakyat Singapura mendukung program pemerintah untuk lebih memilih angkutan umum daripada mobil pribadi. Sebab, secara ekonomis mereka diberi insentif jika naik angkutan umum (yang murah dan nyaman) dan sebaliknya diberi disinsentif jika naik mobil pribadi karena harus membayar pajak jalan (road tax), pajak kendaraan yang sangat mahal, retribusi parkir yang tinggi, dan pungutan-pungutan lainnya.
Identifikasi Permasalahan
Kondisi kemacetan di DKI Jakarta sudah mencapai titik akumulasi yang tidak mudah untuk diubah dalam waktu sekejab. Berbagai faktor yang mempengaruhi secara langsung dan tidak terhadap kemacetan di Jakarta seperti soal kepadatan penduduk, jumlah ruas jalan yang tidak seimbang dengan jumlah kendaraan bermotor, dan lain-lain. Hal ini menjadi perhatian khusus dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari tahun ke tahun. Menyikapi hal tersebut, kebijakan busway yang ditempuh oleh Pemprov DKI Jakarta diharapkan dapat menjawab masalah kemacetan tersebut. Terkait dengan itu, dalam paper ini secara khusus akan membahas sejauhmana efektivitas kebijakan busway tersebut. Seiring dengan itu, dapat diidentifikasikan permasalahan apakah kebijakan Busway sudah efektif dalam mengatasi kemacetan di Jakarta.
Identifikasi Stakeholders
Untuk mengetahui pihak-pihak yang terkait sebagai stakeholders dalam penyusunan kebijakan mengatasi kemacetan di DKI Jakarta dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pemerintah Pusat; dalam hal ini memberikan kebijakan khusus tentang pelaksanaan kebijakan tertib berlalu lintas.
2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; bersama pemerintah kota Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan melakukan kerjasama yang saling menguntungkan dalam hal mengatasi kemacetan lalu lintas.
3. DPRD DKI Jakarta sebagai wakil rakyat yang mengawasi dan mengevaluasi jalannya kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta.
4. Dinas Lalu Lintas dan Jalan Raya Provinsi DKI Jakarta sebagai pelaksana kebijakan dan penanggungjawab pengelolaan kemacetan lalu lintas.
5. Pihak swasta dalam hal penyediaan sarana infrastruktur kebijakan seperti penyediaan bus, pembangunan jalan, pembangunan halte, dan lain-lain.
6. Masyarakat Jakarta sebagai obyek yang terkena dampak kebijakan yang harus mematuhi kebijakan Pemprov DKI Jakarta.
7. Masyarakat sekitar Jakarta yang meliputi Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang juga menerima dampak sekaligus yang juga menjadi penyebab kepadatan pengguna kendaraan bermotor.
8. Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan pihak yang berfungsi memberikan sarana dan masukan mengenai dampak lingkungan dalam pelaksanaan kebijakan mengatasi kemacetan di DKI Jakarta.
Analisis SWOT tentang Kebijakan Mengatasi Kemacetan di DKI Jakarta
Selama ini pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat “cetak biru” transportasi publik Jakarta hanya memandang dari sisi “pendanaan” saja. Kenyamanan dan kepentingan masyarakat hanyalah nomor sekian. Salah satu bentuk kebijakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu dengan adanya busway. Busway diterapkan di seluruh Jakarta, dengan cara: jalan raya yang ada harus dipotong sebagian untuk busway, pemberhentian (bus stop/halte) yang jaraknya pendek-pendek, biaya murah (Rp. 3.500,- untuk sekali jalan tanpa keluar dari halte), tempat duduk terbatas, kenyamanan (air conditioner dan satpam).
Untuk menganalisa kebijakan busway dari Pemprov DKI Jakarta maka dilakukan melalui analisa SWOT sebagai berikut:
1. Kekuatan
Bahwa program busway diharapkan dapat menjawab bahwa transportasi yang nyaman itu tidak harus mahal. Hal ini dapat diketahui dari harga tiket busway yang terjangkau. Selain itu, jangkauan pelayanan busway lebih luas dan lebih ramah lingkungan. Di samping itu, busway juga merupakan bentuk transportasi yang “anti macet” jalur busway yang memang dibangun khusus bukan untuk kendaraan umum. Dengan adanya jalur khusus tersebut maka waktu yang ditempuh oleh pengguna busway lebih cepat dibanding kendaraan umum lainnya.
2. Kelemahan
Mengingat keterbatasan armada yang ada maka sementara ini busway masih belum meng-cover seluruh daerah di Jakarta. Di samping itu, untuk fasilitas lainnya terutama di halte busway belum ada toilet umum yang disediakan bagi pengguna busway. Daya angkut busway juga masih relatif sedikit meskipun saat ini telah ada busway model gandeng.
3. Peluang
Busway merupakan alternatif solusi dari transportasi di Jakarta yang menawarkan keamanan dan kenyamanan serta waktu tempuh yang relatif singkat. Di samping itu, menjadi solusi menjawab kemacetan yang ada selama ini sehingga diharapkan dapat mengurangi kemacetan. Peluang lainnya adalah masing dimungkinkannya dibuat titik-titik pelayanan yang lebih banyak lagi sehingga masyarakat dapat lebih mudah menggunakan fasilitas busway.
4. Kendala
Dengan beroperasinya busway selama ini ternyata dijumpai beberapa fasilitas yang rusak karena tidak terawat dan terjaga seperti halte busway yang rawan dirusak oleh masyarakat. Selain itu, disadari pula bahwa dengan adanya kebijakan busway tersebut menimbulkan kemacetan di tempat lain atau memindahkan kemacetan ke tempat lainnya. Hal ini memang perlu dipikirkan jalan keluarnya.
Matrik Analisis SWOT
Analisis
Lingkungan
Internal
STRENGTH
• Harga tiket yang terjangkau
• Jangkauan pelayanan luas
• Ramah Lingkungan
• Anti macet
• Waktu tempuh dapat diandalkan
• Lebih nyaman ketimbang bus reguler
WEAKNESS
• Keterbatasan armada
• Daya angkut relatif sedikit
• Jarak waktu antar Bus masih lambat
• Kurang perawatan terhadap fasilitas
• Tidak ada fasilitas toilet umum
Analisis
Lingkungan
Eksternal
OPPORTUNITY
• Titik pelayanan diperbanyak sepanjang ibukota
• Mengurangi kemacetan
• Menjadi sarana transportasi yang utama di jakarta
• Menghubungkan ujung-ujung ibukota
• Aman
THREAT
• Fasilitas pendukung banyak yang rusak karena tidak terawat
• Penumpang kurang tertib
• Pelanggaran terhadap jalur busway membuat sering terjadi kecelakaan
• Kecelakaan akibat penumpang saling berdesakan
• Memindahkan kemacetan pada tempat lain
Opportunity-Strenght
• Transportasi murah yang dapat diandalkan
• Pembuatan fasilitas parkir umum untuk menitipkan kendaraan calon pengguna busway pada terminal induk
Opportunity-Weakness
• Perawatan kendaraan dan fasilitas pendukung lebih ditingkatkan
• Penambahan armada untuk mengurangi penumpukan calon penumpang
• Peningkatan selang waktu antar bus
• Penambahan fasilitas seperti toilet umum
Threat-Strength
• Pengaturan calon penumpang
• Penertiban jalur busway bersama dengan aparat kepolisian
• Peningkatan pemeliharaan fasilitas
Threat-Weakness
• Sosialisasi penertiban penumpang dan penggunaan busway
• Koordinasi dengan aparat kepolisian untuk pengamanan jalur busway
• Pelatihan terhadap sopir busway dan petugas lainnya
• Memperketat peraturan dalam antrean
Dari paparan matrik SWOT di atas dapat ditentukan strategi dalam memperbaiki kebijakan busway dengan memanfaatkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengadakan fasilitas parkir umum untuk menitipkan kendaraan calon pengguna busway pada terminal induk.
2. Perawatan kendaraan dan fasilitas pendukung lebih ditingkatkan.
3. Penambahan armada untuk mengurangi penumpukan calon penumpang.
4. Peningkatan selang waktu antar bus.
5. Penambahan fasilitas seperti toilet umum.
6. Pengaturan calon penumpang.
7. Penertiban jalur busway bersama dengan aparat kepolisian.
8. Sosialisasi penertiban penumpang dan penggunaan busway.
9. Pelatihan terhadap sopir busway dan petugas lainnya.
10. Memperketat peraturan dalam antrean.
Selain masalah kebijakan busway, Pemprov DKI Jakarta guna mengatasi kemacetan juga dapat merumuskan suatu rencana yang komprehentif yang biasanya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Peningkatan kapasitas
Salah satu langkah yang penting dalam memecahkan kemacetan adalah dengan meningkatkan kapasitas jalan/parasarana seperti: memperlebar jalan, menambah lajur lalu lintas sepanjang hal itu memungkinkan, merubah sirkulasi lalu lintas menjadi jalan satu arah, mengurangi konflik dipersimpangan melalui pembatasan arus tertentu, biasanya yang paling dominan membatasi arus belok kanan, meningkatkan kapasitas persimpangan melalui lampu lalu lintas, persimpangan tidak sebidang/flyover, mengembangkan inteligent transport sistem.
b. Keberpihakan kepada angkutan umum
Untuk meningkatkan daya dukung jaringan jalan dengan adalah mengoptimalkan kepada angkutan yang efisien dalam penggunaan ruang jalan antara lain: pengembangan jaringan pelayanan angkutan umum, pengembangan kereta api kota, yang dikenal sebagai metro di Perancis, Subway di Amerika, MRT di Singapura, subsidi langsung seperti yang diterapkan pada angkutan kota di Transjakarta, Batam ataupun Jogjakarta maupun tidak langsung melalui keringanan pajak kendaraan bermotor, bea masuk kepada angkutan umum.
c. Pembatasan kendaraan pribadi
Langkah ini biasanya tidak populer tetapi bila kemacetan semakin parah harus dilakukan manajemen lalu lintas yang lebih ekstrim sebagai berikut:
- Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi menuju suatu kawasan tertentu seperti yang direncanakan akan diterapkan di Jakarta melalui Electronic Road Pricing (ERP). ERP berhasil dengan sangat sukses di Singapura, London, Stokholm. Bentuk lain dengan penerapan kebijakan parkir yang dapat dilakukan dengan penerapan tarip parkir yang tinggi di kawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya, ataupun pembatasan penyediaan ruang parkir dikawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya,
- Pembatasan pemilikan kendaraan pribadi melalui peningkatan biaya pemilikan kendaraan, pajak bahan bakar, pajak kendaraan bermotor, bea masuk yang tinggi.
- Pembatasan lalu lintas tertentu memasuki kawasan atau jalan tertentu, seperti diterapkan di Jakarta yang dikenal sebagai kawasan 3 in 1 atau contoh lain pembatasan sepeda motor masuk jalan tol, pembatasan mobil pribadi masuk jalur busway.
KESIMPULAN
Setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah akan diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain sebagai pendukung kebijakan utama, dalam hal ini yang menjadi kebijakan utama adalah “kebijakan mengatasi kemacetan Jakarta” diikuti oleh kebijakan three in one, pembatasan kendaraan dan lain lain yang berkaitan dengan cara mengatasi kemacetan.
Menjawab masalah kemacetan di DKI Jakarta, pemerintah provinsi mengeluarkan kebijakan busway. Meskipun di sana-sini kebijakan tersebut masih menuai pujian sekaligus kritik. Namun pada dasarnya kebijakan busway sudah dapat dinilai efektif meskipun kebijakan dimaksud masih perlu disempurnakan sehingga masalah tranportasi dan kemacetan dapat diatasi secara lebih komprehensif.